Sabtu, 29 Maret 2008

Senyuman Ikhlas

Senyuman Ikhlas

Ari pernah kirim sms ini ke Andita dulu :

"...Ikhlas itu indikasinya ialah tetap maksimal dalam beramal.

Dia tidak lemah walau difitnah.

Dia juga menahan diri dari meng-ghibah dan memfitnah... -Ari-"

(Andita, 2 Desember 2007 )

30 Maret 2008

Aku hari ini sangat bersyukur karena ada sebuah tantangan untuk membuat tanda cinta pada seorang sahabat. Tanda itu berupa lembar lirik kehidupan, yang pernah aku alami dan tidak akan kulupakan. Dan sepenggal sms di atas akan mengawali kisah ini

Nama sahabatku ini sering kusebut lewat mulut dan kurindu saat aku lemah letih membutuhkan motivasi. Dia datang di kala aku sangat butuh dan dia membawa terang akan cerahnya hidupku.

Bersyukurku Tuhan, aku telah mengenalnya dan pagi tadi aku mulai hidupku dengan membaca Ayat-Ayat Cinta-Mu nan suci dimana tertera dalam surat Saba' sebuah mutiara rangkaian kata 'Bekerja untuk bersyukur' dan sekarang ini aku sedang bekerja menulis untuk mensyukuri masa laluku yang membuatku sebahagia kini.

2007. Tahun Lalu

Tentang Aku, Ari

Tak perlu kuuraikan tanggal karena tidak sepenting kejadiannya. Bukankah ayat Qur'an juga jarang mencantumkan tanggal dimana lebih mementingkan substansi daripada sekadar tanggal terjadi. Tidak seperti kisah sejarah yang sering mengkakukan cara berpikir dengan mengingat kejadian. Misalnya, perang Diponegoro terjadi tahun berapa? Ya...tentunya tidak semua menganggap penting tanggal kejadiannya tapi begaimana kita sekarang meneruskan semangat perjuangannya. Itu yang lebih maha penting lagi. Begitu juga perjuanganku di 2007 itu.

Hampir bisa kuingat detil kejadian saat aku mengajukan diri menjadi kandidat Ketua BEM Universitas Semesta, kampusku tercinta. Ari adalah nama indahku, sempat menjadi tenar sepadan Ari Sihasale, Ari Wibowo, dan Ari Ginanjar Agustian saat aku mempromosikan diri dan berkampanye kesana kemari. Foto dan posterku tersebar dimana-mana. Bak artis saja, kini aku menjadi selebriti. Belum lagi tag line SALAM JOSS yang merupakan akronim Jujur, Optimis, Semangat dan Simpatik yang begitu enak terdengar dan mudah diingat. Se-JOSS minuman Extra JOSS saja asosiasinya.

Aku tahu perjuanganku ini begitu berat dan sukar. Karena sainganku sedahsyat bom Amerika yang membumi hanguskan Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Mereka didukung status quo yang berkuasa. Ibarat perang, mereka itu sudah secanggih tenaga pesawat terbang dan aku hanya infantri di daratan yang berjuang melawan. "Lalu siapakah yang akan mendukungku??? Jawaaaaab....??"kataku saat itu.

Aku hanyalah seorang biasa yang selalu ingin tampil luar biasa. Semangatku, keceriaanku dan keramahanku selalu menghias orang-orang yang kutemui. Dan kini saat aku menempa diri menuju kursi nomor satu di kampusku yang bergengsi ini maka aku akan diuji kesabaran dan ketahanan mentalku. Aku tahu dukungan teman-teman yang sefakultasku sebanyak seribu suara cukup sudah menjadi modalku maju. Tapi di fakulats lain yang jumlahnya ada dua belas itu bagaimana? Yang kalau dihitung bisa mencapai sepuluh ribu lebih suaranya.

Sejujurnya melawan status quo dibutuhkan pejuang dengan mental pemberani. Karena dari tahun ke tahun mereka sudah mempunyai sistem dan jaringan pemilih yang establish. Aku hanya bermodal nekad dan teman-teman yang men-support penuh perjuangan mulia ini. Aku maju hanya ingin memberi yang terbaik dari yang aku punya ini kepada Universitas Semesta tercinta. Aku punya bakat orator yang hebat, persuasi yang cukup kuat dan wawasan cukup dahsyat serta karakter kepemimpinan yang begitu melekat. Rasanya banyak yang bisa kukontribusikan.

Tentang Sahabatku, Andita

Aku mengenalnya cukup jauh sudah. Kami pernah satu organisasi bersama setahun penuh. Banyak suka duka terukir abadi yang hingga membentuk karakterku saat ini. Organisasi memang kampus dengan mata kuliah karakter yang mampu membuat orang bersosialisasi, berempati, terbuka, peduli, bekerja sama dan berusaha gotong royong untuk sesuatu yang bermanfaat buat umat. Dan tentunya banyak teman juga akan menjadi modal berharga buat masa depan kita nanti.

Andita, nama yang cukup mudah dilafal. Aku sering memanggilnya Andita dengan vokal, "Andi-taaaaa...." yang cukup lama. Karena apa? Karena setiap aku jumpa dia, bawaanya senyum mulu, ceria mulu dan tidak pernah sekalipun wajah sendu meneduh. Sewaktu dia tahu aku maju sebagai kandidat, dia sangat bahagia dan sangat men-support penuh. Tapi untuk mendukung menjadi tim sukses, nanti dulu!

Pergolakan Batin

Selidik punya selidik ternyata rival kandidat yang cuma dua ini ternyata adalah teman sefakultas Andita. Sering sekelas lagi. Aku sendiri berasal dari fakultas yang lain. Oleh karenanya dia mencoba netral. Tapi aku tak berhenti sampai disitu. Aku yakin, sangat membutuhkan Andita dalam perjuangan ini. Selain kendala finansial yang cukup vital, ada lagi sokongan mental yang sangat kubutuhkan, dan Andita punya itu. Akhirnya dengan ikhtiar penuh dan ridho Allah yang nomor satu, Andita bergabung di timku. Alhamdullillah Ya Robb......

The Long Journey...

Hari-hari kulalui dengan penuh peluh. Bayangkan, aku harus road show di dua belas fakultas dan harus berkampanye ria menjual visi misi dan menawarkan diri untuk dipilih. Bertemu banyak orang memang menyenangkan. Tapi juga lebih banyak perbedaan yang harus dihadapi dengan bijaksana.

Tidak semua orang itu baik tapi tidak pula semua orang itu buruk. Makanya di tengah kampanye, ada saja yang mencaci, menghina, meledek dan memarah-marahi kita, mungkin itulah cara mereka mengetes calon pemimpinnya. Tapi juga tidak sedikit yang memberi pujian dan dukungan penuh untuk selalu berjuang. Semakin naik ke puncak pohon kelapa, memang semakin kencang anginnya. Tetapi fokuslah pada buah kepalanya yang enak segar sudah semakin dekat dengan kita.Ya itulah hikmah hidupnya.

Teman di kala kita suka dan banyak canda, maka sangat mudah dicari. Tapi kemanakah mencari pundak di kala kita bersedih dan ingin menangis perih? Hanya satu orang yang mampu menjawab itu. Yakni seorang sahabat, teman duka sekaligus suka dimanapun kita berada. Anditalah jawaban sebagai sahabat di kala itu.

Aku, walaupun kelihatan garang di podium, walaupun berapi-api dalam orasi, tapi sebenarnya dalam hati yang selalu jujur ini juga punya rasa takut, malu, dan khawatir dengan segala tindakanku. Tetapi sebagai cowok yang harus jantan dan tegar, mukaku haruslah tetap menularkan energi yang memancar. Apalagi di tengah deraan mahasiswa-mahasiswa usil yang terus mengerjaiku dengan perintah-perintah yang membuatku merasa menjadi orang bodoh saat aku harus berkampanye di fakultas mereka.

Setelah kampanye, aku butuh orang yang bisa men-recharge baterai semangat ini. Aku butuh seseorang yang membuatku teguh untuk melanjutkan perjuangan hidup yang makin membutuhkan orang-orang yang tangguh. Dan sosok itu, lagi-lagi Andita-lah yang berperan besar dan mengisi. Aku tak tahu harus membalas kebaikannya dengan apa? Yang aku tahu hanya apa yang dilakukannya itu ternyata ikhlas luar biasa. "Apakah hanya doa yang bisa membahagiakannya sudah cukup membalas itu semua???Jawaaaab!!!," kataku dalam hati

Detik-Detik Akhir

"Kamu sudah siap dengan segala hasilnya kan...Siap menang dan siap kalah, intinya adalah siap ikhlas. Kita harus bersih karena ikhlas berprestasi menaklukkan diri sendiri. Ketika tidak ada seorangpun di dunia ini yang membantu kita, Allah tetap tidak pernah meninggalkan kita," kata Andita dalam sms yang terrekam 29 November 2007 kelabu. Malam itu semakin larut. dimulailah perhitungan suara yang berjumlah lebih dari sepuluh ribu suara pemilih.

Dalam hati, keyakinan menang sudah kupasrahkan kepada Tuhan-ku yang penuh hikmah. Walau kadang tersembul perasaan kalah yang ditimbulkan syetan untuk menyalahkan saja Tuhan atas takdir kekalahan ini. Aku merasa sudah berjuang habis-habisan, habis modal sekaligus energi, masak diganjar dengan sebuah kekalahan dengan skenario status quo yang memang terbukti ampuh. Aku memang harus kalah dan ngalah secara politik. Politik tidak memihakku saat ini, tapi yakinlah banyak pelajaran dari sini.

Hal yang paling menyedihkan lagi saat aku kembali seperti semula dimana 2.600-an lebih kontituen yang telah mencoblos dan memilihku kecewa sekali kok tidak aku yang menang dan terpilih. Jadilah aku terus bercerita tentang kekalahan ini kepada setiap orang yang sangat-sangat antusias mendukungku. Mencoba mengusahakan mereka mengerti yang rata-rata belum tehu benar politik kampus ini. Saat itu, aku memang harus menikmati kekalahan dan menjemput kemengan-kemenangan baru dalam hidupku nanti.

Tak terkecuali Andita. Dia berusaha semaksimal mungkin membesarkan hatiku. Hati seorang pejuang yang kalah dalam perang. Hati seorang yang sadar benar akan resiko mental dalam berperang. Dan Andita tak habis-habisnya men-supply harapan-harapan baru yang tidak membuatku patah arang dan patah semangat. Membangkitkan mimpi-mimpiku yang kadang tertumpuk batu kekalahan untuk digali lagi dan dibersihkan menjadi batu permata kemenangan. Sungguh suatu sahabat yang lebih dari sekadar sahabat yang kubutuhkan.

Jikalau langit mampu kuukir dengan tinta darah dari kucuran tanganku, akan kuprasatikan ucapan "Syukron katsir" atas segala kebaikan-kebaikanmu. Sayangnya itu tak mungkin dan juga terlalu sadis jika dengan darah. Maka kuukir dengan tinta emas dalam hatiku betapa dalam perjuanganmu membantu aku. Membantu Ari, sahabatmu.

The Final Result

"Lambaian tulisan ini sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa berartinya bantuanmu, nasehatmu, dukunganmu dan pelajaran ikhlas yang pernah kau berikan kepadaku," kataku dalam hati dalam dialog imajiner dengan Andita.

Namun, aku teringat sepucuk pepatah bijak bahwa yang abadi di dunia ini ada tiga yakni lukisan yang kita tinggalkan dan dikenang zaman, anak-cucu kita yang meneruskan nasab kita dan terakhir adalah sebuah tulisan yang terprasasti dan bisa dinikmati segala generasi. Maka walaupun ini belum bisa menggambarkan kebaikan hati Andita tapi cukuplah akan menjadi tulisan abadi dimana ada seorang Ari yang pernah mengucapkan terima kasihnya dalam sebuah cerpen yang Islami.

Kubaca lagi sms Andita waktu-waktu itu. Begini bunyinya:

"Aslm. Ya Allah... Ari,

Andita bisa bantu apa?

Andita bisa bantu apa?

Andita bisa bantu apa

supaya bisa meringankan beban Ari?"

(Andita, 1 Desember 2007)

Begitulah sepenggal sms Andita yang ingin rasanya kujawab dengan berteriak, dengan sepenuh hati pula, dengan senyuman nan teduh dan ikhlas pula, bahwasannya Andita sudah bantu banyak. Andita sudah bantu banyak Andita sudah bantu banyak!!!

Griya Arista, 2008

Penulis Akhmad Basori

Mahasiswa Ilmu Ekonomi UI/ 0604007018

Hp 0856 1578 136 / 021 9448 1782

alamat : Griya Arista No 24, Juragan Sinda 2 RT 4 RW 1, Kukusan, Beji, Depok 16425